School KRR

PIK KRR di Sekolah Perlu Sediakan Pelayanan yang ‘Ramah remaja’


Keterbatasan remaja memperoleh akses terhadap informasi yang benar seputar kesehatan reproduksi, kadang berakibat fatal pada remaja. Meskipun pendidikan seks telah lama diusulkan agar masuk dalam kurikulum pendidikan, nampaknya perdebatannya masih cukup alot, sementara korban terus berjatuhan. Oleh karena itu, perlu adanya paradigma baru “belajar” yang menyenangkan, mengasyikkan, mencerdaskan dan memenuhi kebutuhan pembelajaran. Dan pembentukan Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) di sekolah adalah solusinya.

Paradigma baru “belajar” yang dimunculkan dalam seminar sehari Pendidikan Kesehatan Reproduksi di Sekolah ini, menurut Darsana Setiawan dari Depdiknas, anak diajarkan untuk belajar mengenal dirinya. Dalam hal anatomi, anak diperkenalkan tentang organ reproduksinya dan organ reproduksi lawan jenisnya. Dalam segi fisiologi, anak diajarkan tentang ereksi pada laki-laki dan menstruasi pada wanita. Secara individu siswa diberi kesempatan mengembangkan imajinasinya, kreativitasnya, kegembiraan/keceriaannya sesuai dengan alam pikirannya sendiri.
“Proses pembuahan buatan pada manusia tidak sepenuhnya bisa dipelajari siswa lewat etika biologi. Ada mata pelajaran terkait lainnya yang menerangkan etika religius dan etika budaya. Oleh karena itu diperlukan guru yang memiliki kemampuan menyampaikan informasi kesehatan reproduksi kepada siswa dengan cara yang mudah dipahami, menarik dan mengasyikkan,” jelas Darsana.

PIK KRR di Sekolah
Penyelenggaraan pendidikan reproduksi di sekolah sebenarnya telah ada dalam kurikulum 1975 dan sebelumnya yang mengacu pada mata pelajaran biologi tentang sistem reproduksi tumbuhan dan hewan, kecuali reproduksi manusia. Sementara itu, kurikulum 1984 ada keragu-raguan mencantumkan system reproduksi manusia. Barulah pada kurikulum 1994 secara eksplisit siswa diajarkan memahami system reproduksi tumbuhan biji dan mamalia (manusia) dari proses pembentukan sperma, sel telur dan bagian-bagian alat reproduksi laki-laki dan wanita.
Mengingat pentingnya pemahaman siswa tentang pendidikan reproduksi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR). Secara kelembagaan, wadah ini diharapkan merupakan kegiatan bersama antara OSIS dan Guru BP/Guru Agama disatu sisi dan difasilitasi oleh Dikdas/Dikmenti Kodya, BKKB Kodya dan instansi terkait lainnya. “PIK KRR mudah-mudahan bisa menjadi bagian integral dari OSIS dengan kepengurusan sesuai kebutuhan masing-masing,” cetus Darsana.
Sistem kepengurusan PIK KRR di sekolah ungkap Darsana bisa terdiri dari Pembina (Kepala Sekolah, Guru BP/Agama dan Komite Sekolah), Penanggung jawab (Ketua OSIS), Koordinator (Pengurus OSIS) dan anggota yang diikuti oleh seluruh siswa SMP maupun SMA. PIK KRR di sekolah ini diupayakan menyediakan pelayanan KRR yang “ramah remaja”. Yaitu, jam pelayanan yang sesuai, ruangan yang nyaman dan terjaga kerahasiaannya, penyedia jasa yang sensitive, ramah, menghormati hak remaja, memahami dan mendukung KRR.
Materi yang diajarkan kepada remaja tidak hanya seputar tumbuh kembang remaja, kehamilan dan aspek sekitarnya, tapi juga membahas infeksi menular seksual dan HIV/AIDS, narkoba dan minuman keras, pengembangan diri remaja di dalam kelompok dan keluarga, masalah jender, pelecehan seksual dan pornografi.
“Intinya, kami coba menggandakan materi KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) PIK KRR di sekolah dengan mengembangkan enam ruang lingkungan KRR tadi. Materi ini bisa dikembangkan melalui program majalah dinding, penyiaran di radio, media cetak, brosur-brosur, buku bacaan dan lainnya.”
Diakui Darsana, PIK KRR yang dikembangkan di sekolah-sekolah atau dibina belum tentu memiliki pelayanan medis. Karena, kegiatan konsultasi yang ada biasanya bersifat promotif dan preventif untuk mencegah dan melindungi remaja dari berbagai masalah yang dapat me rugikan masa depannya. Sementara itu, konsultasi yang bersifat kuratif (penyembuhan) bagi remaja dan perlu mendapat penanganan dari tim medis diperlukan rujukan langsung ke rumah sakit.
“Oleh karena itu, saat ini kami sedang mengembangkan system rujukan baik melalui jalur Puskesmas, Rumah Sakit atau tenaga kesehatan tertentu,” tukasnya.
Selain itu, PIK KRR juga dapat mengembangkan system rujukan ke tempat-tempat pelayanan non klinik yang lebih lengkap. Misalnya ke Pusat Rehabilitasi untuk kasus narkoba, shelter untuk kasus kehamilan yang tidak diinginkan dan pelecehan seksual, serta ke tempat-tempat pelayanan sosial bidang KRR lainnya.
“Mudah-mudahan sengan semakin semaraknya PIK KRR berada di tiap sekolah di DKI Jakarta kita bisa mengembangkan jaringan kerja yang kuat. Dan itu merupakan salah satu misi kita untuk memberikan pelayanan seoptimal mungkin kepada remaja.” RW

Search site

Gilar Remaja Banjarnegara© 2009 All rights reserved.