Tidak Semua Remaja Dari Keluarga Broken Home Memiliki Perilaku Yang Buruk

25/03/2010 12:09

Keluarga adalah suatu kelompok terkecil dalam masyarakat yang mempunyai peran besar dan penting dalam kehidupan seorang anak. Menurut teori Empirisme; individu dilahirkan sebagai kertas yang putih bersih, akan menjadi apa individu itu nanti tergantung pada apa yang dituliskan di atasnya (pengalaman-pengalaman (empiris) yang diperoleh selama perkembangan individu). Oleh sebab itu, Keluarga merupakan faktor terpenting dalam pembentukan perilaku anak.

Di dalam sebuah keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Masing-masing mempunyai peran yang berbeda-beda. Keluarga dibutuhkan oleh anak untuk mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan untuk hidup bermasyarakat.

Mempunyai keluarga yang utuh adalah dambaan semua orang, tetapi bagaimana jika keluarga itu rusak dan mengalami perceraian?  Apakah anak (remaja) dalam keluarga tersebut menjadi rusak juga?

Semua jawaban itu ada dalam diri anak itu sendiri, karna seseorang yang sedang beranjak dewasa (remaja) sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya. Di dunia ini tidak ada satu orang anak (remaja) pun yang ingin melihat kedua orang tuanya bercerai. Yah walaupun mereka tidak peduli dengan keadaan orang tuanya, tapi pasti di dalam hati mereka yang paling dalam tidak ingin itu terjadi.

Banyak remaja dari keluarga broken home yang ancur dan tak berguna, tapi banyak pula remaja dari keluarga broken home yang bangkit dan berhasil. Bagi remaja yang berhasil; mereka menjadikan kegagalan orang tuanya itu sebagai dorongan atau motivasi untuk dirinya agar menjadi orang yang lebih baik dan bermanfat bagi orang lain.

Untuk mendukung makalah ini, saya melakukan observasi dengan seorang pemuda yang bernama Bayu (nama samaran). Bayu ini adalah seorang anak dari keluarga broken home Ia tinggal berdua bersama ibunya. pada siang hari tepatnya hari sabtu, saya berkunjung kerumahnya, saya melihat bahwa ibunya sedang sakit dan di rumahnya banyak pakaian kotor yang belum dicuci. Ketika saya sedang berbincang-bincang dengan ibunya, Bayu  datang dengan maksud untuk bergabung dalam pembicaraan kami. Bayu pun mengambil sebuah kursi dan duduk di kursi tersebut, setelah Bayu duduk tidak lama ibunya berkata “ Bay, tolong ibu yah nak”, Bayu pun menjawab “ tolong apa bu? “, ibu melanjutkan bicaranya “tolong cuci semua pakaian kotor itu”, sambil tangan ibu mengarah ke sebuah ember yang berisi pakaian kotor, “sekarang ibu tidak mampu untuk mencucinya” kata ibu, Bayu menjawab “baik bu, nanti akan saya cuci pakaian kotornya”. Tidak lama setelah itu Bayu pun berdiri dari tempat duduknya dan mengambil ember tersebut, lalu ia pergi ke kamar mandi dan mencuci semau pakaian kotor itu.  Dari hasil observasi di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa Bayu adalah anak yang berbakti kepada ibunya dan ia juga mempunyai rasa empati yang tinggi terhadap kesusahan orang lain (ibunya).

Dalam Agama Islam, RASULULLAH SAW pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, bagaimana criteria orang yang baik itu ?” Rasulullah menjawab, “Sebaik-baiknya manusia ialah orang bermanfaat bagi orang lain”. Jika ia hartawan, hartanya tidak dinikmati sendiri, tapi juga dinikmati pula oleh tetangga, sanak family dan didermakan untuk kepentingan masyarakat dan agama. Jika berilmu, ilmunya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Itulah ciri-ciri orang yang baik.

Jadi, Bayu adalah anak yang mempunyai perilaku baik, meskipun ia berasal dari keluarga broken home.

Back

Search site

Gilar Remaja Banjarnegara© 2009 All rights reserved.